Refleksi Hidup Bertumbuh

Akhir-akhir ini sebagian besar kaum muda ingin berinvestasi. Trading, bisnis dalam metaverse, merupakan sebagian kecil cara berinvestasi kekinian. Harapan sebagian besar dari mereka adalah ingin mendapatkan keuntungan besar dan cepat. Kata-kata kunci yang biasa dipakai adalah kebebasan finansial, menjalankan passion, atau pun menjalankan apa yang disukainya. Tidak salah jika kaum muda sekarang memilih itu.

Dulu saya pun berpikir bahwa investasi itu uang dan passion adalah mengerjakan apa yang disukai. Saya berada dibawah bayang-bayang (tekanan) uang dan mengerjakan apapun yang membuat saya senang. Hidup hanya untuk bertemu dengan kesenangan dan memiliki uang banyak. Ketika ada masalah saya memilih untuk pergi menjauh dan kembali mencari kesenangan. Di situ ternyata kesalahan terbesar saya. Entah berapa banyak ilmu, kesempatan untuk mengembangan diri yang terlewat begitu saja.

Saya berdoa, “Tuhan, saya ingin berubah. Tolong ubah hidup saya.” Tidak perlu waktu lama bagi Tuhan mengabulkan doa saya dan membawa saya ke sebuah lingkungan yang tidak  mudah ditinggali. Dikelilingi oleh orang-orang yang seakan-akan tidak membawa kesenangan. Saya melewati setiap waktu di lingkungan itu dan bertumbuh diantara orang-orang yang sangat menguras energi. Semakin ingin keluar dari tempat itu, justru semakin dalam saya dimasukan. Hingga akhirnya mengakui bahwa guyonan tentang ‘tersesat di jalan yang benar’ adalah sungguh-sungguh ada. Sampai saya tidak tahu lagi kemana jalan keluar dari lingkungan itu.

Saya berada di lingkungan yang tidak mudah, karena memiliki standar kompetensi tinggi. Lingkungan yang diwajibkan tahan banting. Sebab, tekanan yang besar menumbuhkan kompetensi diri. Dari tekanan yang besar itu akan diuji, ditingkatkan kemampuan diri kita untuk semakin berdaya. Kerja cerdas saja, tidak cukup. Perlu ada kerja keras, ketekunan menghadapi badai.

Tersesat di jalan yang benar itu adalah cara pandang manusia. Sementara, cara pandang Tuhan berbeda. BagiNya semua adalah benar dan indah adanya. Lingkungan dan orang-orang yang ada di sekeliling itulah yang justru mengembangkan diri, menumbuhkan benih terbaik yang ada dalam diri saya, hingga dapat berbuah. Lingkungan dan orang-orang itu merupakan tanah subur. Berterimakasih sekali pada Tuhan, karena benih dalam diri saya ditebarkan Tuhan di sana, di tanah yang subur dan di tangan petani yang hebat.

Doa saya yang memohon agar Tuhan mengubah saya menjadi lebih baik, ternyata menjadikan diri saya sangat kecil. Sungguh-sungguh kecil seperti biji, seperti benih yang ukurannya hanya secuil. Lalu, menaruh saya di tanah yang subur, membiarkan saya bertumbuh di tanah itu dengan tekanan, air mata, pilu. Di saat ada semak belukar (yang menurut saya adalah teman padahal ancaman), Tuhan mengirimkan petani untuk mencabut semak itu. Saya protes, “Tuhan, semak itu yang ada berada dan tumbuh di sekitar saya. Mengapa Engkau pisahkan?”

Tuhan tidak menjelaskan saat itu, karena Tuhan yakin saya pun tidak akan mengerti jika dijelaskan saat itu. Petani itu terkadang memotong daun-daun saya yang kering. Daun-daun kering itu adalah keinginan-keinginan usang yang tidak penting. Masa lalu yang seharusnya tidak lagi mengganggu saya untuk terlihat lebih indah. Sedih rasanya berpisah dengan masa lalu dan keinginan-keinginan itu. Tuhan meminta saya untuk move on.

Kini, benih yang dulu seperti ‘dibuang’, telah semakin bertumbuh semakin besar di lahan subur. Bunga-bunga bermunculan diantara daun-daun yang segar. Bunga-bunga yang sebagian telah menjadi buah-buah kecil yang sebentar lagi ranum untuk dipetik. Sebagian bunga-bunga masih ada dan menunggu berubah menjadi buah.

Namun, disaat inilah masa yang sangat rawan, berbahaya. Karena di saat berbuah, semakin banyak orang yang ingin mencuri, mengambil paksa. Doa saya, “Tuhan, tolong lindungi saya dari yang jahat”. Tuhan tidak pernah menunggu untuk membalas doa saya. Dikirimnya penjaga-penjaga yang galak sekali. Dijaganya saya. Ketika ada orang-orang yang mendekat diusir. Saya kesepian. Seperti tidak ada teman. Semuanya menjauh dari sekeliling saya. Ketika badai, hujan, saya merasa tidak ada yang menghibur. Hanya ada saya dan para penjaga dengan sungguh merawat saya.

Lalu, saya berdoa lagi, “Tuhan, apa yang Engkau inginkan dari saya?”. Tuhan lagi-lagi secepat kilat menjawab doa saya. DikirimNya para pekerja ladang yang membawa perkakas kebun untuk memanen buah-buah saya. Saya merasa seperti dirampok. Para pekerja ladang itu membawa anak-anaknya juga yang bermain-main di dahan kokoh. Membuat ayunan di beberapa dahan saya. Anehnya, saya tidak merasa berat. Mereka bermain dengan aman dengan menggantungkan ayunan di dahan. Orang tuanya yang menjadi pekerja ladang mengambil buah-buah saya dengan cara yang tidak biasa.

Saya bertumbuh menjadi seseorang yang berbeda yang menyadari bahwa investasi dan passion bukan uang atau semata-mata melakukan apa yang disukai demi sebuah kesenangan. Hidup dalam bayang-bayang uang, menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Membiarkan diri mencari kesenangan adalah kesia-siaan. Namun, hidup bermanfaat adalah tujuan Tuhan menciptakan saya. Manfaatnya sesuai dengan benih apa yang ada diri saya.

Tuhan mengajarkan kepada saya untuk berinvestasi pada benih melalui waktu, relasi sosial, pendidikan, kesehatan yang manfaatnya adalah mentalitas dan spirtualitas saya yang siap menerima berkat Tuhan. Karena berkat Tuhan yang diterima oleh manusia akan menyingkap karakter diri manusia itu. Hati manusia harus lebih besar dari berkat yang diterima. Maka ada istilah kebesaran hati. Memiliki kebesaran hati berarti tetap cermat, bijaksana saat mengelola berkat. Bukan sombong.

Passion adalah mengenal diri sendiri, mengetahui sungguh-sungguh potensi, talenta yang diberikan Tuhan serta mau mengembangkannya. Sebab, setiap manusia diciptakan unik, berbeda. Passionnya akan berbeda-beda. Tidak bisa membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tetapi, lihatlah diri kita hari ini dengan diri kita sebelumnya. Apa yang berbeda dan apa yang bertumbuh dalam diri kita sesuai potensi dengan talenta yang Tuhan berikan. Lalu, bersediakah kita untuk bermanfaat?

Di tanah yang subur, benih akan bertumbuh. Di tangan petani hebat benih berkembang. Jika ada tanah yang subur, masuklah lebih dalam, berkontribusilah dan biarkan diri kita bertumbuh di lingkungan itu. Di tangan petani hebat, bekerjasamalah, berkolaborasilah agar benih menjadi besar.

Tuhan memulai sesuatu dari yang kecil. Dari yang kecil itu Tuhan mempersiapkan hal besar. Disaat manusia memohonkan kesuksesan besar, sukacita besar, berkat yang besar, Tuhan memberinya hal kecil. Karena Tuhan tahu dimasa depan benih itu akan menjadi besar. Tuhan berinvestasi dalam hidup kita melalui caraNya. Disaat diri kita menjadi kecil, percayalah dan yakinlah karena Tuhan sedang menjadikan kita sebagai benih untuk sesuatu yang besar. Maka, setialah pada hal kecil. Karena itu adalah benih untuk sesuatu yang besar.

-Sophan Ajie-

X